BAB
I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Filsafat dalam bahasa arab berarti falsafah, dan dalam bahasa yunani philosopia
yang mempunyai arti philos adalah cinta dan sopia adalah pengetahuan atau dalam
artian philosopia adalah cinta kepada kebijaksanaan / kebenaran.
Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan tindakan, dalam filsafat juga ada
yang mempelajari tentang Aksiologi yang sangat berguna untuk berfilsafat.
Keingintahuan adalah salah satu pemicu kita untuk berfilsafat, dan begitu juga
dengan keragu-ragu’an, filsafat merupakan pemikiran secara rasional.
Jika mempelajari Aksiologi maka kita telah mempelajari sebagian cara
berfilsafat, dimana berfilsafat itu sangat penting dan jika kita tidak
berfilsafat kita tidak akan maju, itu dalam artian berfilsafat adalah berfikir
secara abstrak.
2.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah :
- Apakah Aksiologi itu ?
- Dan apa saja kah yang di bahas dalam Aksiologi itu ?
3.
TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
- Agar kita mengetahui apa itu Aksiologi.
- Agar kita dapat memahami apa saja yang di bahas dalam Aksiologi.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. AKSIOLOGI
– MASALAH NILAI
1. Apakah yang-baik itu
Bersama dengan filusuf-filusuf yang lain, socrates berpendapat bahwa masalah
yang pokok adalah kesusilaan, tetapi semenjak masa hidup socrates masalah
hakikat yang-baik senantiasa menarik banyak kalangan dan dipandang bersifat
hakiki serta penting untuk dapat mengenal manusia.[1]
Moore (dalam Kattsoff, 2004: 325) mengatakan bahwa baik merupakan pengertian
yang bersahaja, namun tidak dapat diterangkan apakah baik itu.[2]
2. Makna yang dikandung oleh “Nilai”
dan “Yang-Baik”
Kata “baik dipakai dalam arti yang berbeda-beda dalam masing-masing
pernyata’an, seperti“ini pisau baik”, sudah pasti yang saya maksudkan berbeda
apabila saya mengatakan “pisau merupakan sesuatu yang baik”. Contoh lain
“pembelian yang baik”, berarti pembelian yang didalamnya Nilai uang yang
dibayarkan lebih rendah dibandingkan dengan Nilai barang yang dibelinya,[3]dengan kata lain penulis dapat menyimpulkan bahwa
“Yang-Baik” itu merupakan sesuatu yang didalamnya terdapat unsur yang
bermanfaat bagi seseorang.
Kata “Nilai” merupakan kata jenis yang meliputi segenap macam kebaikan dan
sejumlah hal yang lain.[4]
Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil
pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila
subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur
segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi
subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat
psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan
berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan,
intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka
atau tidak suka, senang atau tidak senang.[5]
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya.[6]
Dalam Encyslopedia of philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value
and valuation[7] :
- Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
- Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
- Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.
Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian[8] :
- Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
- Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan
- Socio-politcal life, yaitu kehidupan social politik, yangakan melahirkan filsafat social politik.
Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran,
etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta
penerapan ilmu.[9]
Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan
buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan
tujuan (means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten
untuk perilaku etis.[10]
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya
ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992). Nilai yang dimaksud
adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai.[11]
Kattsoff (2004: 323) menyatakan bahwa pertanyaan mengenai hakekat nilai dapat
dijawab dengan tiga macam cara yaitu[12]:
- Subyektivitas yatu nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung dari pengalaman.
- Obyektivisme logis yaitu nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.
- Obyektivisme metafisik yaitu nilai merupakan unsur obyektif yang menyusun kenyataan.
Situasi nilai meliputi empat hal yaitu pertama, segi pragmatis yang merupakan
suatu subyek yang memberi nilai. Kedua, segi semantis yang merupakan suatu
obyek yang diberi nilai. Ketiga, suatu perbuatan penilaian. Keempat, nilai
ditambah perbuatan penilaian.[13]
Aksiologi membahas tentang masalah nilai. Istilah aksiologi berasal dari kata
axio dan logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos
artinya akal, teori, axiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai
kodrat,kriteria dan status metafisik dari nilai.[14] Problem utama aksiologi ujar runes berkaitan empat faktor
[15]:
- Kodrat nilai berupa problem mengenai apakah nilai itu berasl dari keinginan, kesenangan, kepentingan, keinginan rasio murni.
- Jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan antara nilai intrinsik, ukuran untuk kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai instrumental (baik barang-barang ekonomi atau peristiwa-peristiwa alamiah) mengenai nilai-nilai intrinsik.
- Kriteria nilai (ukuran nilai yang di butuhkan).
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum,
sebagai landasan ilmu, aksiologi membicarakan untuk apa pengetahuan yang berupa
ilmu itu di pergunakan?.[16]
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat Nilai, pada umumnya
ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan.[17]
Nilai Intrinsik, contohnya pisau dikatakan baik karena mengandung
kualitas-kualitas pengirisan didalam dirinya, sedangkan Nilai Instrumentalnya
ialah pisau yang baik adalah pisau yang dapat digunakan untuk mengiris, [18]jadipenulis dapat menyimpulkan bahwa Nilai Instrinsik
ialah Nilai yang yang dikandung pisau itu sendiri atau sesuatu itu sendiri,
sedangkan Nilai Instrumental ialah Nilai sesuatu yang bermanfaat atau dapat
dikatakan Niai guna.
Situasi Nilai maliputi [19]:
- Suatu subyek yang memberi Nilai – yang sebaiknya kita namakan “segi pragmatis”.
- Suatu obyek yang diberi Nilai-yang kita sebut “segi semantis”.
- Suatu perbuatan peNilaian.
- Suatu Nilaiditambah perbuatan peniaian.
Pendekatan-pendekatan dalam Aksiologi dapat dijawab dengan tiga macam cara[20]:
- Nilai sepenuhnya berhakekat subyektif.
- Nilai-Nilai merupakan kenyataan-kenyataan yang ditinjau dari segi ontologi namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.
- Nilai-Nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan.
Makna “Nilai”[21]:
- Mengandung Nilai
- Merupakan Nilai
- Mempunyai Nilai
- Memberi Nilai
A. NilaiMerupakan
Kualitas Empiris Yang Tidak Dapat Didefinisikan
Kualitas ialah sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek. Dengan kata
lain, kualitas ialah suatu segi dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari
barang barang tersebut dan dapat membantu melukiskanya. [22]Kualitas empiris ialah kualitas yang dapat diketahui
melalui pengalaman.[23]
Kualitas merupakan sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek atau suatu
segi dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari barang tersebut dan dapat
membantu melukiskannya.[24]Adapun kualitas empiris didefinisikan sebagai kualitas
yang diketahui atau dapat diketahui melalui pengalaman.[25]
Jika Nilai merupakan suatu kualitas obyek atau perbuatan tertentu, maka obyek
dan perbuatan tersebut dapat didefinisikan berdasarkan atas Nilai-Nilai, tetapi
tidak mungkin sebaliknya. Contoh “pisang itu kuning” tapi saya tidak bisa
mengatakan bahwa “kuning itu pisang”, karna kuning bermacam-macam.[26]
Kenyataan bahwa Nilai tidak dapat didefinisikan tidak berarti Nilai tidak dapat
dipahami. Nilai bersifat subyektif, contoh si A mengatakan bahwa “si gadis itu
cantik”, tapi si B mengatakan bahwa “si gadis itu jelek”[27]
B.
NilaiSebagai Obyek Suatu Kepentingan
Ada yang mengatakan bahwa masalah Nilai sesungguhnya merupakan masalah
pengutamaan. Contoh ungkapan “perang merupakan suatu keburukan” kiranya
diiringi oleh tanggapan ”saya menentang perang”.
Pandangan orang Amerika dalam bukunya bahwa jika saya mengatakan “x berNilai”
maka dalam arti yang sama saya dapat mengatakan “ saya mempunyaikepentingan
pada x”. Sikap setuju atau menentang tersebut oleh Perry ditunjuk dengan
istilah “kepentingan”.[28]
Dewey (dalam Kattsoff, 2004: 332) menyatakan bahwa nilai bukanlah sesuatu yang
dicari untuk ditemukan. Nilai bukanlah suatu kata benda atau kata sifat.
Masalah nilai berpusat pada perbuatan memberi nilai. Dalam Theory of Valuation,
Dewey mengatakan bahwa pemberian nilai menyangkut perasaan dan keinginan.
Pemberian nilai juga menyangkut tindakan akal untuk menghubungkan sarana dan
tujuan.[29]
Menurut perry jika seorang mempunyai kepentingan pada suatu apapun, maka hal
tersebut mempunyai Nilai,[30] jadipenulis dapat menyimpulkan bahwa Nilai ialah
kepentingan.
C. Teori Pragmatis
Mengenai Nilai
Sejumlah hal yang telah saya perbincangkan yang bersifat penolakan terhadap
teori Nilai yang didasarkan atas kepentingan kiranya menyebabkan tampilnya
teori lain, yaitu Teori Pragmatis. Pragmatisme mendasarkan diri atas
akibat-akibat, dan begitu pula halnya dengan teori pragmatisme mengenai Nilai.[31]Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa Teori Pragmatis
mengenai Nilai adalah akibat-akibat dari sesuatu menjadi kita anggap bernilai.
D. Nilai Sebagai
Esensi
Sesungguhnya Nilai-Nilai merupakan hasil ciptaan yang-tahu (subyek yang
mengetahui).[32] Jika Nilai merupakan Nilai karena kita yang
menciptakannya, maka tentu kita akan dapat membuat baik menjadi buruk dan
sebaliknya.[33]
Esensi adalah inti, sesuatu yang menjadi pokok utama, hakikat.[34] Contoh “Perdamaian merupakan sesuatu yang bernilai”, maka
ia memahami bahwa di dalam hakekat perdamaian itu sendiri terdapat Nilai yang
mendasarinya.[35] Jadi penulis menyimpulkan Nilai sebagi esensi ialah Nilai
tentang sesuatu yang pasti ada dalam setiap sesuatu tersebut.
Esensi tidak dapat di tangkap secara inderawi. Ini berarti bahwa nilai tidak
dapat di lakukan sebagaimana kita memahami warna.
2. AKSIOLOGI SAIN
1)
Kegunaan pengetahuan sain
Apa guna atau nilai dari Sain ? secara umum teori berarti pendapat yang
beralasan, sekurang-kurangnya kegunaan teori Sain ada tiga yakni[36]:
a. Sebagai alat membuat eksplanasi
Menurut teori Sain anak-anak yang orang tuanya cerai, pada umumnya akan
berkembang menjadi anak nakal, penyebabnya ialah karena anak-anak itu tidak
mendapat pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya.
b. Teori sebagai alat peramal
Tatkala membuat eksplanasi, biasanya ilmuwan telah mengatahui juga faktor
penyebab terjadinya gejala itu, dengan “mengutak-atik” faktor penyebab itu,
ilmuwan dapat membuat ramalan. Dalam bahasa ilmuwan ramalan itu di sebut
prediksi.
c. Teori sebagai alat pengontrol
Ayah dan ibu sudah cerai. Diprediksi anak-anak mereka akan nakal. Adakah upaya
agar anak-anak nakal ? Ada, upaya itulah yang di sebut kontrol.
2)
cara sain menyelesaikan masalah
Adapun caranya adalah[37] :
a. Mengidentifikasi masalah
b. Mencari penyebab terjadiny
masalah tersebut
c. Mencari cara untuk memperbaiki
masalah
3)
Netralitas Sain
Artinya sain tidak memihak pada kebaikan dan juga tidak memihak pada kejahatan.[38]
3. AKSIOLOGI
FILSAFAT
1)
Kegunaan pengetahuan filsafat
Adapun kegunaanya adalah [39]:
a. Fisafat sebagai kumpulan teori
filsafat
b. Sebagai metode pemecah masalah
c. Sebagai pandangan hidup
2)
Cara filsafat menyelesaikan masalah
Filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal, secara mendalam
berarti filsafat ingin mencari asal masalah, dan secara universal berarti
filsafat ingin, masalah dilihat dalam hubungan seluas-luasnya.[40]
4. AKSIOLOGI
MISTIK
1)
Kegunaan pengetahuan mistik
Di kalangan para sufi biasanya pengetahuan dapat mententramkan hati mereka,
pengetahuan mistik sering dapat menyelesaikan persoalan yang tidak dapat di
selesaikan oleh filsafat dan sain.[41]
2)
Cara pengetahuan mistik menyelesaikan masalah
Pengetahuaan mistik tidak menyelesaikan masalah dengan proses inderawi dan
tidak juga melalui proses rasio. Mistik ialah kegiatan spiritual tanpa
penggunaan rasio, sedangkan “mistik-magis” adalah kegiatan mistik yang mengandung
tujuan-tujuan untuk memperoleh sesuatu yang diingini penggunanya.[42]
Mistik magis dibagi menjadi dua yaitu mistik magis putih yaitu mistik magis
yang kebanyakan digunakan untuk mengobati.[43] Pemilik mistik magis putih ini menyadari bahwa kekuatan
tuhan baik yang ada dalam diri-Nya atau yang ada dalam firmanya dapat di
gunakan oleh manusia, dan mistik magis hitam yaitu mistik yang digunakan untuk
meningkatkan harga diri dan dikatakan hitam karena penggunanya untuk kejahatan.[44]
BAB
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Moore (dalam Kattsoff, 2004: 325) mengatakan bahwa baik merupakan pengertian
yang bersahaja, namun tidak dapat diterangkan apakah baik itu
Kata “Nilai” merupakan kata jenis yang meliputi segenap macam kebaikan dan
sejumlah hal yang lain.
Bahwa “Yang-Baik” itu merupakan sesuatu yang didalamnya terdapat unsur yang
bermanfaat bagi seseorang.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya
ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992). Nilai yang dimaksud
adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai.
Kualitas ialah sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek. Dengan kata
lain, kualitas ialah suatu segi dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari
barang barang tersebut dan dapat membantu melukiskanya.Kualitas empiris ialah
kualitas yang dapat diketahui melalui pengalaman.
Menurut perry jika seorang mempunyai kepentingan pada suatu apapun, maka hal
tersebut mempunyai Nilai, jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa Nilai ialah
kepentingan.
Teori Pragmatis mengenai Nilai adalah akibat-akibat dari sesuatu menjadi kita
anggap bernilai.
Nilai sebagi esensi ialah Nilai tentang sesuatu yang pasti ada dalam setiap
sesuatu tersebut.
1)
Kegunaan pengetahuan sain
a. Sebagai alat membuat eksplanasi
b. Teori sebagai alat peramal
c. Teori sebagai alat pengontrol
2)
cara sain menyelesaikan masalah
a. Mengidentifikasi masalah
b. Mencari penyebab terjadiny
masalah tersebut
c. Mencari cara untuk memperbaiki
masalah
Netralitas SainArtinya sain tidak memihak pada kebaikan dan juga tidak memihak
pada kejahatan.
1)
Kegunaan pengetahuan filsafat
a. Fisafat sebagai kumpulan teori
filsafat
b. Sebagai metode pemecah masalah
c. Sebagai pandangan hidup
Filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal, secara mendalam
berarti filsafat ingin mencari asal masalah, dan secara universal berarti
filsafat ingin, masalah dilihat dalam hubungan seluas-luasnya.
Di kalangan para sufi biasanya pengetahuan dapat mententramkan hati mereka,
pengetahuan mistik sering dapat menyelesaikan persoalan yang tidak dapat di
selesaikan oleh filsafat dan sain.
Pengetahuaan mistik tidak menyelesaikan masalah dengan proses inderawi dan
tidak juga melalui proses rasio. Mistik ialah kegiatan spiritual tanpa
penggunaan rasio, sedangkan “mistik-magis” adalah kegiatan mistik yang
mengandung tujuan-tujuan untuk memperoleh sesuatu yang diingini penggunanya.
2. SARAN
Sebelumnya kami penyusun makalah ini mohon ma’af apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan kata-kata, dan makalah kami pun di sini masih belum sempurna,
untuk itu sekiranya apabila masih di rasa pembaca masih belum cukup
bahasan-bahasan di dalam makalah ini di sarankan untuk mencari sumber referensi
dari buku-buku atau sumber-sumber yang semacamnya.
[1] Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 325
[3]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 326
[4]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 327
[14]Rizal Mustansyir Dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta : 2001 Hal 26
[15]Rizal Mustansyir Dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta : 2001 Hal 27
[16]Surajiyo. Filsafat Ilmu Dan Perkembanganya Di Indonesia.
Bumi Aksasara. Jakarta : 2007
[17]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 327
[18]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 328
[19]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 329
[20]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 331
[21]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 332
[22]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 333
[23]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 333
[26]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 334
[27]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 335
[28]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 337
[30]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 338
[31]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 339
[32]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 344
[33]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 345
[34]Sulchan Yasyin. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Amanah.
Surabaya.Hal 150
[35]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta: 1986. Hal 345
[36] Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung:
2004 Hal 37
[37]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung:
2004 Hal 43-44
[38]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung:
2004 Hal 46
[39]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung:
2004 Hal 89
[40]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung:
2004 Hal 104
[41]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung:
2004 Hal 123
[42]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung:
2004 Hal 125
[43]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung:
2004 Hal 123
[44]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung:
2004 Hal 124
Komentar
Posting Komentar